Labels:
Islam
Disebabkan keogahan dalam mendalami ilmu agama Islam, maka banyak kita jumpai adanya beberapa anggapan keliru dalam mahrom. Otomatis berakibat fatal, orang-orang yang sebenarnya bukan mahrom dianggap sebagai mahromnya. Sangat ironis memang, tapi demikianlah kenyataannya. Oleh karena itu dibutuhkan pembenahan secepatnya.
[1]. Ayah Dan Anak Angkat.
Hal ini berdasarkan firman Allah :
“Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu.” [Al-Ahzab: 4]
Hal ini berdasarkan firman Allah :
“Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu.” [Al-Ahzab: 4]
[2]. Sepupu (Anak Paman/Bibi).
Hal ini berdasarkan firman Allah setelah menyebutkan macam-macam orang yang haram dinikahi:
Hal ini berdasarkan firman Allah setelah menyebutkan macam-macam orang yang haram dinikahi:
“Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian. [An-Nisa': 24]
Menjelaskan ayat tersebut, Syaikh Abdur Rohman Nasir As-Sa’di berkata:
” Hal itu seperti anak paman/bibi (dari ayah) dan anak paman/bibi (dari ibu)”. [Lihat Taisir Karimir Rohman hal 138-139]
[3]. Saudara Ipar.
Hal ini berdasarkan hadits berikut:
“Waspadailah oleh kalian dari masuk kepada para wanita, berkatalah seseorang dari Anshor: “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu kalau dia adalah Al-Hamwu (kerabat suami)? Rasulullah bersabda; “Al-Hamwu adalah merupakan kematian”. [HR Bukhori; 5232 dan Muslim 2172]
Hal ini berdasarkan hadits berikut:
“Waspadailah oleh kalian dari masuk kepada para wanita, berkatalah seseorang dari Anshor: “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu kalau dia adalah Al-Hamwu (kerabat suami)? Rasulullah bersabda; “Al-Hamwu adalah merupakan kematian”. [HR Bukhori; 5232 dan Muslim 2172]
Imam Baghowi berkata; ” Yang dimaksud dalam hadits ini adalah saudara suami (ipar) karena dia tidak termasuk mahrom bagi si istri. Dan seandainya yang dimaksud adalah mertua padahal ia termasuk mahrom, lantas bagaimanakah pendapatmu terhadap orang yang bukan mahrom?” Lanjutnya: “Maksudnya, waspadalah terhadap saudara ipar sebagaimana engkau waspada dari kematian”.
[4]. Mahrom Titipan.
Kebiasaan yang sering terjadi, apabila ada seorang wanita ingin bepergian jauh seperti berangkat haji, dia mengangkat seorang lelaki yang ‘berlakon’ sebagai mahrom sementaranya. Ini merupakan musibah yang sangat besar. Bahkan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani menilai dalam Hajjatun Nabi (hal 108) ; “Ini termasuk bid’ah yang sangat keji, sebab tidak samar lagi padanya terdapat hiyal (penipuan) terhadap syari’at. Dan merupakan tangga kemaksiatan”.
Kebiasaan yang sering terjadi, apabila ada seorang wanita ingin bepergian jauh seperti berangkat haji, dia mengangkat seorang lelaki yang ‘berlakon’ sebagai mahrom sementaranya. Ini merupakan musibah yang sangat besar. Bahkan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani menilai dalam Hajjatun Nabi (hal 108) ; “Ini termasuk bid’ah yang sangat keji, sebab tidak samar lagi padanya terdapat hiyal (penipuan) terhadap syari’at. Dan merupakan tangga kemaksiatan”.
WANITA DENGAN MAHROMNYA
Setelah memahami macam-macam mahrom, perlu diketahui pula beberapa hal yang berkenaan tentang hukum wanita dengan mahromnya adalah:
[1]. Tidak Boleh Menikah
Allah berfirman :
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruknya jalan (yang ditempuh). saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);,dan menghimpunkan (dalam perkawinan)dua perempuan yang bersaudara,kecuali yang telah terjadi pada masa lampau sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, [An-Nisa' :22-23]
Allah berfirman :
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruknya jalan (yang ditempuh). saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);,dan menghimpunkan (dalam perkawinan)dua perempuan yang bersaudara,kecuali yang telah terjadi pada masa lampau sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, [An-Nisa' :22-23]
[2]. Boleh Menjadi Wali Pernikahan
Wali adalah syarat saya sebuah pernikahan, sebagaiman diriwayatkan oleh ‘Aisyah radliyallahu ‘anha bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:
Wali adalah syarat saya sebuah pernikahan, sebagaiman diriwayatkan oleh ‘Aisyah radliyallahu ‘anha bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:
“Siapa saja wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil (tidak sah), maka nikahnya batil, maka nikahnya batil.” [HSR Abu Daud 2083, lihat Irwaul Golil 6/243]
Juga riwayat dari Abi Musa Al Asy’ari berkata Rasulullah shallallahu ‘alaih wassallam bersabda :
“Tidak sah nikah kecuali ada wali. [HSR Abu Daud 2085,lihat Irwaul Gholil 6/235]
Berkata Imam At-Tirmidzi: “Yang diamalkan oleh para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam dalam masalah wali pernikahan adalah hadits ini, diantaranya adalah Umar bin Khothob, Ali bin Abi Tholib, Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan juga selain mereka.” [Lihat Sunan Tirmidzi 3/410 Tahqiq Muhammad Fu'ad Abul Baqi]
Namun tidak semua mahrom berhak menjadi wali pernikahan begitu juga sebaliknya tidak semua wali itu harus dari mahromnya. Contoh wali yang bukan dari mahrom seperti anak laki-laki paman (saudara sepupu laki-laki), orang yang telah memerdekakannya, sulthon. Adapun Mahrom yang tidak bisa menjadi wali seperti karena sebab mushoharoh.
[3]. Tidak Boleh Safar (Bepergian Jauh) Kecuali Dengan Mahromnya
Banyak sekali hadits yang melarang wanita mengadakan safar kecuali dengan mahromnya, diantaranya:
Banyak sekali hadits yang melarang wanita mengadakan safar kecuali dengan mahromnya, diantaranya:
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata: Berkata Rasulullahu shallallahu ‘alahi wassallam: “Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk mengadakan safar lebih dari tiga hari kecuali bersama ayah, anak laki-laki, suami, saudara laki-laki atau mahrom lainnya.” [HR Muslim 1340]
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma dari Rasulullahu Shallallahu ‘alaihi wassallam berkata: ” Janganlah seorang wanita muslimah bepergian selama dua hari kecuali bersama suaminya atau mahromnya.” [HR Ibnu Khuzaimah: 2522]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bersabsa Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wassallam : “Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk mengadakan safar sehari semalam tidak bersama mahromnya.” [HR Bukhori: 1088, Muslim 1339]
Dari beberapa hadits ini, kita ketahui bahwa terlarang bagi wanita muslimah untuk mengadakan safar kecuali bersama mahromnya, baik safar itu lama ataupun sebentar. Adapun batasan beberapa hari yang terdapat dalam hadits di atas tidak dapat di fahami sebagai batas minimal.
Berkata Syaikh Salim Al Hilali: “Para Ulama’ berpendapat bahwa batasan hari dalam beberapa hadits di atas tidak dimaksudkna untuk batasan minimal. Dikarenakan ada riwayat yang secar umum melarang wanita safar kecuali bersama mahromnya, baik lama maupun sebentar, seperti riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata: Saya mendengar Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:
“Jangan seorang laki-laki berkholwat (berduaan) dengan seorang wanita kecuali bersama mahromnya, juga jangan safar dengan wanita kecuali bersama mahromnya, maka ada seorang lelaki berdiri lalu berkata :
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya istri saya pergi haji padahal saya ikut dalam sebuah peperangan. Maka Rasulullah menjawab: “Berangkatlah untuk berhaji dengan istrimu.”[HR Bukhori: 3006,523, Muslim 1341, Lihat Mausu'ah Al Manahi Asy Syari'ah 2/102]
Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah: “Kebanyakan ulama’ memberlakukan larangn ini untuk semua safar karena pembatasn yang terdapat dalam hadits-hadits tersebut sangat berbeda-beda.” [Lihat Fathul Bari 4/75]
Syaikh sholeh Al Fauzan Hafidzuhullah ditanya tentang hukum wanita safar dengan naik pesawat domestik dalam negeri tanpa mahrom, apakah itu diperbolehkan? Jawab beliau: “Tidak boleh bagi seorang wanita mengadakan safar tanpa mahrom, baik naik pewasat atau mobil, karena Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir mengadakan safar sehari semalam kecuali bersama mahrom.” Maka safar wanita tanpa mahrom itu tidak boleh meskipun dengan alat transportasi yang cepat, karena pesawat atau mobil itu mungkin saja bisa terlambar, rusak, atau terjadi hal-hal lain yang mengharuskan wanita itu harus bersama mahromnya agar bisa menjaganya saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.” [Al Muntaqo min Fatwa Syaikh Sholeh Al Fauzan 5/387]
[4]. Tidak Boleh Kholwat (Berdua-Duaan) Kecuali Bersama Mahromnya
[5]. Tidak Boleh Menampakkan Perhiasannya Kecuali Kepada Mahromnya
0 comments: