0

Syahru Ramadhan Syahrul Qur’an

Labels:


شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ


“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah (2): 185)


Tafsir

Ibnu Abdis Salam dalam tafsirnya mengatakan bahwa kata as syahru (bulan) berasal dari kata as syaharah, di mana kalimat: syahara saifahu maknanya mengeluarkan pedangnya.
Sedangkan kata Ramadhan dikatakan berasal dari kata ar ramdhaa-u karena terdapat di dalamnya panas.

Ar Razi dalam tafsirnya mengutip suatu hadits dari Rasulullah SAW: “Bahwasanya dinamakan bulan Ramadhan karena membakar dosa-dosa para hamba Allah”.

Dalam Tafsir Jalalain diterangkan bahwa Al Qur’an turun dari Lauhul Mahfuzh ke langit dunia pada malam kemuliaan (Lailatul Qadar), dimana Al Qur’an berfungsi sebagai petunjuk (dari kesesatan) bagi manusia dan sebagai ayat-ayat yang jelas bagi hukum-hukum yang memberikan petunjuk kepada kebenaran.

Juga sebagai pembeda antara haq dan batil. Menurut Ibnu Abdis Salam, Al Qur’an sebagai penjelasan segala perkara halal dan haram serta sebagai pembeda antara haq dan batil.

Dalam Tafsir Ibnu Abbas, diterangkan bahwa Jibril menurunkan Al Qur’an semuanya ke langit dunia lalu mendiktekan kepada para malaikat kemudian diturunkan kepada Muhammad SAW. Setiap hari satu ayat, dua ayat, tiga ayat, sehingga satu surat.

Sebagai penjelasan (dari kesesatan) bagi manusia. Dan sebagai penjelasan urusan agama serta sebagai pembeda yang halal dari yang haram dan pembeda hukum-hukum, hudud dan keluar dari syubhat.

Menurut Ibnu Katsir, Allah SWT memuji bulan Shiyam di antara bulan-bulan lainnya dengan memilihnya untuk menurunkan Al Quran yang agung di bulan itu. Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan hadits, bahwasanya Rasulullah SAW Bersabda:

“Shuhuf Ibrahim diturunkan pada awal malam Ramadhan, Taurat diturunkan pada 6 Ramadhan, Injil diturunkan pada 19 Ramadhan, sedangkan Al Furqon (Al Qur’an) diturunkan pada tanggal 24 Ramadhan”. (Musnad Imam Ahmad Juz 36/402).

Al Qur’an diturunkan sekaligus ke Baitul Izzah, di langit dunia pada malam kemuliaan (Lailatul Qadar) di bulan Ramadhan.

Allah SWT Berfirman:

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ


“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan
[1594].” (QS Al Qadar (97) :1)

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ


“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi
[1370] dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan”. (Ad Dukhaan (44) :3)

Lalu diturunkan secara terpisah-pisah sesuai dengan berbagai peristiwa kepada Rasulullah SAW. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Al Qur’an diturunkan di (malam , edt) Lailatul Qadar sekaligus ke langit dunia, lalu Allah menyampaikan kepada nabiNya apa yang Dia kehendaki.

Tidaklah datang orang-orang Musyrik membawa suatu usul atau kecaman yang aneh untuk memusuhi Rasulullah SAW, melainkan Allah memberikan jawabanNya.

Allah SWT Berfirman:

َفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلًا


“Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah
[1067] supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar)”. (32)

وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا


“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya
[1068]. (QS. Al Furqan (25): 32-33).

Al Qur’an Sebagai Sumber dan Tolok Ukur Kebenaran

Al Baihaqi dalam Kitab Syu’abul Iman Juz 5/262, menyatakan bahwa berdasarkan ayat di atas juga ( Al Qadar (97) :1 ), dikatakan bulan Ramadhan adalah syahrul Qur;an dan diutamakan banyak membaca Al Qur’an pada bulan tersebut.

Tentunya ini sangat penting berkaitan dengan fungsi Al Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia dan sumber hukum dan kebenaran.

Menurut Ibnu Katsir: Merupakan pujian terhadap Al Qur’an yang Allah turunkan sebagai petunjuk bagi hati para hambaNya yang beriman kepada Al Qur’an, membenarkannya, dan mengikutinya. Dan sebagai “Bayyinah” artinya sebagai dalil-dalil dan hujjah yang jelas dan gamblang bagi siapa saja yang memahaminya dan mentadabburinya yang menunjukkan kebenaran hidayah yang datang dan menafikan kesesatan, dan sebagai jalan yang benar (ar rusyd) yang menyalahi jalan yang sesat (al ghayy), dan pembeda yang haqq dari yang batil dan pembeda yang halal dari yang haram.

Menurut Ar Razi, Al Qur’an berfungsi sebagai “Huda linnaas wa bayyinat minal huda” petunjuk manusia baik dalam masalah pokok agama (ushulud diin) maupun cabang-cabang agama (furuu’ud diin).

Artinya, Al Qur’an memberikan petunjuk kepada manusia tentang pandangan hidup (way of life), dari mana asal-usul manusia, untuk apa manusia hidup di dunia dan kemana setelah mati?

Juga memberi petunjuk tentang bagaimana cara hidup didunia, baik dalam memenuhi kebutuhan individu (al hajaat fardiyah) berupa sandang, pangan, papan, kebutuhan seksual, kebutuhan religi, kebutuhan menjaga eksistensi dan kehormatannya; juga kebutuhan-kebutuhan kolektif (al haajaat al jama’iyyah) manusia seperti, kebutuhan akan pendidikan, kesehatan dan keamanan; hingga hubungan-hubungan sesama manusia dalam bidang ekonomi (mu’amalah), social (ijtima’iyyah), politik (siyasah), dan pemerintahan (imarah), pertahanan dan keamanan (ad difa’yyah wal amni an daakhiliy).

Kebenaran dipastikan datangnya dari Allah SWT. Sebab Dia, Allah SWT yang menciptakan manusia dan Dialah yang benar-benar tahu mana yang baik dan yang buruk manusia. Dia SWT Berfirman:

َ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ


“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al Baqarah(2): 216)

Oleh karena itu, Al Qur’an menjadi tolok ukur kebenaran, pernyataan kebenaran dan sumber-sumber kebenaran dan hukum apapun, sebagaimana FirmanNya:

وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ عَمَّا جَاءكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاء اللّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَـكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَآ آتَاكُم فَاسْتَبِقُوا الخَيْرَاتِ إِلَى الله مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ


Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian
[421] terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu [422], Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu” (QS Al Maidah (5):48)

Dengan demikian, layaklah ketentuan hukum untuk mengatur interaksi antar individu manusia dalam seluruh aspeknya hanya merujuk kepada hukum yang diturunkan oleh Allah SWT. Dan siapapun penguasa yang bertanggung jawab atas tertib hidup di masyarakat serta terpenuhinya segala kebutuhan manusia dengan mewujudkan prinsip keadilan dan kesejahteraan, hendaklah memutuskan segala perselisihan dan persengketaan di masyarakat dengan hukum yang diturunkan Allah SWT.

Allah SWT Berfirman:


مِّن رَّبِّي وَكَذَّبْتُم بِهِ مَا عِندِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ


“Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Qur’an) dari Tuhanku
[479], sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik". (QS. Al An’am (6) :57)

Allah SWT juga Berfirman:

احْكُم بَيْنَهُم بِمَآ أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَا أَنزَلَ اللّهُ إِلَيْكَ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ


Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Maidah (5): 49)

Oleh karena itu, adalah suatu hal yang aneh kalau kita mencari hukum selain hukum Allah jika kita yakin bahwa Dia SWT adalah Dzat yang telah menciptakan manusia, kehidupan dan alam semesta.

Dia Berfirman:

نْ أَحْسَنُ مِنَ اللّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ


“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” (QS. Al Maidah (5) : 50)

Ya, bukankah Allah Dzat yang paling bijaksana dalam mengambil keputusan?

Dia Berfirman:

َلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِين


“Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?”
(QS. At Tiin (95):8)

footnote:

[
421] Maksudnya: Al Qur'an adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab sebelumnya.

[422] Maksudnya: umat Nabi Muhammad dan umat-umat yang sebelumnya.

[479] Maksudnya: Nabi Muhammad r mempunyai bukti yang nyata atas kebenarannya.

[1067] Maksudnya: Al Qur'an itu tidak diturunkan sekaligus, tetapi diturunkan secara berangsur-angsur agar dengan cara demikian hati nabi Muhammad r menjadi kuat dan tetap.

[1068] Maksudnya: setiap kali mereka datang kepada nabi Muhammad r membawa suatu hal yang aneh berupa usul dan kecaman, Allah menolaknya dengan suatu yang benar dan nyata.

[1370] Malam yang diberkahi ialah malam Al Qur'an pertama kali diturunkan. Di Indonesia umumnya dianggap jatuh pada tanggal 17 Ramadhan.

[1594] "Malam kemuliaan" dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam "Lailatul Qadr" yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, karena pada malam itu permulaan turunnya Al Qur'an.
Fi Sabili Haq...Fastabiqul Khairat.

0 comments:

Posting Komentar