0

( Lanjutan ) Cerita Tentang Coca Cola (2) : Manajemen Picik dan Pendukung Zionis-Israel

Labels: ,

 

Bismillah
Menyambung sekelumit kisah mengenai coca cola sepertinya memang panjang dan tidak ada habisnya, apalagi bila membahas hingga ke akar-akarnya yang merasuki setiap sendi perekonomian di berbagai tempat. Keberadaan mereka tidak terlepas dari berbagai problematika baik yang berhubungan dengan masalah sosial, perdagangan maupun masalah kehalalannya. Terdapat beberapa catatan yang menodai eksistensi produk yang menguasai pasaran minuman ringan ini hampir di setiap negara. Dari sekian banyak itu gw mencermati dua diantaranya. Status produk yang halal berdasarkan sertifikasi LPOM-MUI ternyata belum menjadi jaminan, Halal belum tentu Toyyibah, belum tentu baik. Kalau tidak ada apa-apanya pastilah seorang Dr. Yusuf Qardhawi pun tidak sampai mengeluarkan fatwa haram membelanjakan uang kita terhadap produk-produk yang pro zionis kendati yang dibeli pun statusnya halal. 

Praktek dagang kotor
Coca cola menyimpan catatan hitam soal sistem pemasarannya. Di beberapa negara terutama di negara berkembang yang pengawasan produk dagang dari pemerintah masih lemah mereka secara terselubung menerapkan sistem perdagangan yang monopolis. Sebuah kasus mengenai hal ini pernah terjadi di Meksiko. Negara di Amerika Utara ini merupakan negara dengan penggila coca cola terbanyak di seluruh dunia, namun siapa sangka sistem pemasaran di negara ini telah menuai badai. Adalah seorang wanita bernama Raquel Chavez yang memiliki sebuah kedai minuman di kota Mexico City, suatu hari mendapatkan larangan dari coca cola company utnuk memasarkan produk minuman cola saingannya yaitu Big Cola yang harganya lebih rendah dari coca cola  di kedai miliknya. Raquez menolaknya serentak pihak coca cola langsung menghentikan pasokan produknya ke toko raquel, walhasil ia mengalami penurunan [pendapatan hingga 75 %. Chavez kemudian mengadukan hal ini kepada komisi kompetisi federal Meksiko. 
Chavez beranggapan meksiko adalah negara yang bebas, dan ia berhak menjual produk apapun di tokonya tanpa diatur pihak lain. 
Akhirnya komisis kompetisi meksiko menjatuhkan sangsi terhadap coca cola dan puluhan pemasoknya dalam kasus denda anti monopoli terbesar di meksiko. Dengan putusan itu Chavez memenangkan gugatannya, pihak coca cola membayar denda sebesar 53 juta dolar AS kepada Chavez. 
Kasus di atas merupakan salah satu kasus dari sekian banyak yang mencuat, itu baru terjadi di negara seperti meksiko yang pemerintahnya masih memberikan perlindungan terhadap pengusaha kecil, bagaimana di negara lain? Di Indonesia misalnya? Masih sering dijumpai praktek bisnis yang menabrak aturan dan undang-undang, pemerintah pun tidak mampu menjamin keamanan konsumen dan pedagang. Tidak jarang ditemui di toko-toko sebuah kulkas coca cola melarang produk selain keluaran coca cola diletakkan di dalam kulkas tersebut.  Itu saja sudah merupakan praktek monopoli, belum soal yang lain.

Keamanan Konsumen yang rendah
Masalah keamanan konsumen masih jadi hal yang rawan di Indonesia. Di indonesia coca cola pernah digugat oleh seorang warga negara Jepang bernama Takasu Masharu. Pria yang bekerja sebagai ahli bangunan di kunignan ini pernah meminum sebuah coca cola yang mengandung arsen. Saat memeriksa coca cola yang ia minum dia melihat ada sebuah obat nyamuk bakar utuh di dasar botol. Seketika kemudian ia merasakan dadanya sesak dan panas, oleh dokter ia didiagnose mengalami keracunan. Ketika ia melaporkan ke polisi dan mencari keterangan dari para penjualnya, penjualnya mengaku tidak tahu soal obat nyamuk bakar tersebut karena botol coca colanya yang langsung didatangkan dari pabrik. 
Ketika dia mengadukan masalah ini ke pihak coca cola, pihak coca cola malah membantahnya dan mengatakan bahwa produk yang diminum saat itu bukan coca cola. 
Takasu awalnya meminta coca cola minta maaf lewat media kepada seluruh rakyat Indonesia karena telah melanggar amanat dalam sertifikasi halal tapi ternyata mereka tidak mau. Selain itu mereka juga berusaha menahan takasu agar tidak pulang ke jepang untuk berobat dan menyruhnya agar berobat di Indonesia saja. Namun takasu yang ingin mengatahui detail penyakitnya tetap ke Jepang. Kasus ini kemudian berujung ke pengadilan, dalam gugatan pihak coca cola terbukti telah mengkhianati kepercayaan 150 juta muslim Indonesia karena tidak menjalankan coorporate governance nya lewat sertifikat halalnya.
 Dalam kasus ini pihak Coca cola sangat sombong sekali, selain menolak untuk meminta maaf secara luas mereka juga tidak memberikan ganti rugi kepada takasu. Merasa cukup hanya bermodalkan brand internasional saja coca cola telah mengabaikan keselamatan konsumen, bagaimana jika suatu saat minuman tersebut diminum oleh anak kecil? 
Sebuah dosa telah dilakukan korporasi internasional terhadap konsumen di negeri ini, kemana Departemen Perdagangan?


  
(to be continued)

0 comments:

Posting Komentar