Labels:
Berita Nasional
Terorisme
Mantan anggota polisi dari Polres Depok, Jawa Barat, Sofyan Tsauri, memainkan peran dominan dalam menyambungkan sel teroris Dulmatin di Jawa dengan elemen militan di Aceh. Sofyan ditangkap di Pamulang, Tangerang Selatan, 9 Maret lalu, sesaat setelah Dulmatin ditembak. Sofyan alias Abu Haikal, menurut polisi, bertindak sebagai pengawal Dulmatin.
Keterlibatan sejumlah pemuda rekrutan Front Pembela Islam (FPI) Aceh dalam pelatihan militer di perbukitan Krueng Linteung, Aceh Besar, yang dikelola Dulmatin, tak lepas dari kiprah Sofyan. Menurut Ketua FPI Aceh, Yusuf Qardhawi, awalnya para pemuda Aceh itu direkrut untuk disiapkan berjihad ke Palestina, merespons serangan Israel ke Gaza, pada akhir 2008.
Dari 400-an calon yang mendaftar, terpilih 125 orang. Pada tahap awal, 15 dari 125 relawan terpilih dilatih di Dayah Darul Mujahidin, Blang Mangat, kota Lhokseumawe. Dayah ini dipimpin Teungku Muslim Attahiri, Sekretaris FPI Aceh. Ia dikenal lantang menyerukan syariat Islam dan gencar merazia pelanggar Qanun Syariat Islam.
Sofyan turut memberi pelatihan. Tapi, pada saat itu, Yusuf tidak tahu bahwa Sofyan adalah anggota polisi. Fase berikutnya, 18 relawan dari FPI Aceh dikirim ke FPI Jakarta untuk menjalani pelatihan lanjutan di Parung, Bogor. Yusuf dan Abu Rimba, buronan polisi yang kemudian menyerahkan diri, turut dikirim ke Jakarta. Selama pelatihan di Jakarta, mereka sering diundang ke rumah istri kedua Sofyan di Depok. Kebetulan istri keduanya berasal dari Aceh.
Pada saat di rumah itulah, Yusuf baru tahu bahwa Sofyan anggota polisi. Tapi, secara tidak langsung, kepada Yusuf diperlihatkan surat pemecatan Sofyan dari Polres Depok, sejak Januari 2009. Surat itu dibiarkan tergeletak di meja, sehingga Yusuf bisa membacanya. Ada tiga alasan pemecatan itu: aktivitas jihad, jarang berkantor, dan poligami.
Singkat cerita, rencana pengiriman mujahidin ke Palestina itu dibatalkan karena situasi di Palestina sudah mereda. Selepas pelatihan 10 hari di Parung, Sofyan menemui Yusuf, minta dipilihkan sembilan orang terbaiknya untuk dilatih Sofyan sendiri di Depok. Ketika di Parung, Sofyan tak ikut melatih.
Sofyan menawarkan jihad di Indonesia saja. Sembilan orang terpilih itu ditampung di sebuah kontrakan di belakang Universitas Gunadarma, Kelapa Dua, Depok. Peserta pelatihan diberi makan gratis dan dibekali uang saku. "Kami tidak diberitahu, itu uang dari mana," kata Yusuf, yang banyak menemukan keganjilan pada diri Sofyan.
Pelatihan itu berlangsung dua bulan. Siang hari mendapat pelatihan, malamnya peserta memperoleh doktrin jihad, termasuk menonton VCD untuk pemompa semangat jihad. Yusuf merasa ada yang aneh, meski Sofyan mengaku sudah dipecat dari keanggotaannya sebagai polisi, pelatihan itu bisa dilakukan di lapangan Brimob Depok.
Tak semua pemuda asal Aceh itu setuju dengan jihad yang dianut Sofyan. Mereka berniat untuk jihad ke Palestina, bukan Indonesia. Jihad ala Sofyan dirasa ganjil, antara lain membolehkan membunuh dan mengambil harta kerabat yang dianggap sesat. Yusuf yang risi dengan konsep jihad Sofyan itu akhirnya memilih pulang ke Aceh bersama tiga temannya sebelum pelatihan berakhir.
"Saya memutuskan belajar pada ulama di Aceh saja," tutur Yusuf. "Saya khawatir dengan apa yang diajarkan di rumah Sofyan. Apalagi, mereka sering menjelek-jelekkan FPI. Mereka Wahabi, FPI Sunni." Tersisa enam pemuda Aceh yang berlatih di Depok sampai akhir pelatihan.
"Setelah itu, kami putus kontak dengan teman-teman," katanya. Hingga akhirnya tersiar kabar bahwa beberapa teman pelatihan di Depok dinyatakan sebagai buronan pelatihan teroris di Aceh Besar. Abu Rimba, yang tak ikut pelatihan di Depok, hanya ikut di Parung, pun dinyatakan buron. Abu Rimba akhirnya menyerahkan diri. "Saya dengar, Abu Rimba direkrut di Aceh sepulang dari Jakarta," kata Yusuf.
***
Peran penting Sofyan yang lain adalah merintis pembukaan kamp pelatihan militer di Aceh. Itu dilakukan lewat pintu Yudi Zulfahri, pegawai negeri sipil di Pemerintah Kota Banda Aceh. Alumnus Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), Jatinangor, Jawa Barat, ini mengalami puncak radikalisasi ketika bertemu Sofyan di Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Awalnya, Sofyan adalah tipe mahasiswa yang haus mendalami agama. Selama kuliah di STPDN, ia rajin ikut berbagai pengajian. Ia pernah hampir masuk NII (Negara Islam Indonesia) yang memang agresif merekrut pengikut dari kalangan mahasiswa. Meski batal masuk NII, Yudi tetap rajin membaca buku bertema jihad dan menonton VCD seputar jihad.
Selepas kuliah, Yudi sempat pulang ke Aceh, lalu ke Bandung untuk berbisnis. Kemudian ia pindah ke Jagakarsa, Jakarta, untuk merintis usaha. Di Jagakarsa, Yudi ikut kelompok pengajian yang berafiliasi pada Oman Abdurrahman, terpidana kasus kepemilikan bahan peledak di Cimanggis, Depok.
Di sana pula Yudi berkenalan dengan Sofyan Tsauri dari jaringan pengajian asuhan Oman itu. Keduanya malah bekerja sama dalam bisnis senjata mainan. Keduanya makin akrab karena sama-sama meminati buku dan VCD jihad. Sofyan pernah menjadi relawan tsunami ke Aceh lewat jalur Bulan Sabit Merah. Dari sana, Sofyan mendapat istri kedua orang Aceh.
Pada akhir 2008, Yudi kembali bekerja di Pemerintah Kota Banda Aceh. Tak berselang lama, Sofyan berkunjung ke Aceh bersama istrinya. Sofyan dan Yudi berbincang menggagas basis pelatihan di Aceh untuk perjuangan menegakkan syariat Islam sepenuhnya.
Pada awal 2009, Sofyan kembali ke Aceh bersama Hamzah, yang belakangan diketahui sebagai Dulmatin. Mereka membicarakan rencana pembukaan kamp pelatihan (tadrib) di Aceh. Rencana ini sempat tertunda ketika pada Juli 2009 terjadi peledakan bom Marriott II dan The Ritz-Carlton di Jakarta. Ini juga mengisyaratkan, jaringan Dulmatin dan pengebom Marriott II bergerak sendiri-sendiri.
Yudi dan beberapa koleganya mulai mencari lokasi dan mengumpulkan perlengkapan. Yudi memperoleh senjata dari Sofyan. Dana dipasok dari Hamzah alias Dulmatin. Yudi juga sering berkunjung ke kontrakan Dulmatin di Pamulang. Sofyan bukan hanya berperan meretas jalan pembentukan kamp pelatihan di Aceh, melainkan juga mengawal Dulmatin ke Aceh.
***
Menurut Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri pada saat jumpa pers, Rabu dua pekan lalu, Sofyan adalah pendiri sekolah latihan menembak di Depok untuk para teroris. "Dia juga pemasok senjata," kata Bambang. Sedangkan Yudi, menurut Bambang, adalah rekrutan pertama asal Aceh yang dipakai untuk membuka jalan pelatihan militer di Aceh.
Sofyan ditangkap di rumah mantri Fauzi Syarif di Pamulang. Keduanya berkenalan dalam pengajian asuhan Abu Jibril. Bagi Ketua DPP FPI Bidang Nahi Mungkar, Munarman, sosok Sofyan ini penting dicermati. "Kami tidak yakin dia desersi polisi, tapi infiltrasi," kata Munarman. "Dari informasi yang kami kumpulkan, dia agen yang disusupkan untuk menjebak pemuda FPI Aceh."
Menurut Munarman, relawan jihad asal Aceh anak baik-baik. Buktinya, mereka sukarela menyerahkan diri. Ketika menggelar pelatihan di Aceh, mereka melakukannya secara terbuka dan tidak ada masalah. "Tidak ada pelanggaran hukum," Munarman menambahkan. "Sofyan ini yang aktif merekrut saat anak-anak batal ke Palestina."
Kapolres Depok, Komisaris Besar Saidal Mursalin, kepada pers memastikan bahwa Sofyan desersi sejak Februari 2009 karena tidak pernah masuk kantor. Setelah ditangkap di Pamulang, Sofyan dipindahkan ke tahanan Polda Aceh.
Anehnya, ketika di Polda Aceh, Selasa lalu, Ketua FPI Aceh, Yusuf Qardhawi, tak sengaja melihat Sofyan bisa melenggang bebas ke luar tahanan dan sempat berteriak menyapa Yusuf, "Hai, Teungku Suf!" Sofyan lalu naik mobil Vitara bersama anggota polisi lainnya, melaju menuju pusat kota.
Asrori S. Karni, dan Hendra Syahputra (Banda Aceh)
[Nasional, Gatra Nomor 20 Beredar Kamis, 25 Maret 2010]
0 comments: